Mindset Ketidakpastian

“Kang, saya sebentar lagi mau pensiun. Saya akan mencoba berbisnis. Saya perlu bisnis yang memberi penghasilan tetap. Bagaimana saran Akang?” Tanya seorang teman dalam obrolan sore hari di sebuah kedai kopi.

Saya sangat paham keinginan teman itu. Sebagai seorang karyawan teman itu terbiasa dengan penghasilan tetap setiap bulan. Sebagai seorang risk avoider, teman itu tidak terlatih untuk berada dalam zona ketiadpastian: zona penuh resiko milik para entrepreneur. 

 

Bisnis itu sejatinya berada di wilayah penuh ketidakpastian: wilayah yang penuh resiko. Wilayah yang tidak tetap penghasilannya.

Jadi saat mau beralih dari karyawan menjadi entrepeneur pun pola pikirnya pun belum berubah. Teman itu masih memimpikan zona nyaman dengan penghasilan tetap. Padahal, bisnis itu sejatinya berada di wilayah penuh ketidakpastian: wilayah yang penuh resiko. Wilayah yang tidak tetap pengahasilannya. Bisa sangat besar, bisa juga sangat kecil. 

Artinya, jika seorang karyawan maun berbisnis yang pertama kali harus diubah pola pikirnya: dari seorang pemain aman menjadi seorang yang rock ‘n roll. Dari seorang risk avoider menjadi risk taker. Dari seorang “penumpang” menjadi sopir di jalanan yang harus waspada di jalan datar, juga taktis di jalanan penuh lubang. Dari seorang yang terbiasa berada dalam rumah yang penuh kedamaian menjadi seorang petualang di alam bebas. 

Menjadi karyawan itu parameter keberhasilannya telah ditentukan oleh perusahaan. Menjadi entrepeneur itu derajat kesuksesannya sangat tergantung sang entrepreneur itu sendiri. Itulah sebabnya hukum pertama yang harus dipahami jika mau menjadi entrepreneur adalah “berdamai dengan ketidakpastian”. Berdamai dengan jalanan yang kadang datar, kadang penuh lubang. Berdamai dengan arus yang kadang tenang, kadang penuh gelombang. Dan itulah mindset seorang entrepreneur. Tabik. #catatanHK, ngacapruk subuh.

 

Tinggalkan komentar