Rekening langit

“Kang, duit di rekening kita mah tak perlu banyak-banyak. Secukupnya saja. Duit mah taruh saja di rekening langit. Saat kita butuh, Insya Allah ada.” Begitu kata seorang tetangga dalam obrolan di pagi hari. Tetangga saya itu bukan Ustadz. Beliau adalah seorang profesional, gaya bicaranya pun meletup-letup dan penuh guyon. Namun, saya cukup tersentak tentang istilah rekening langit ini. 

Katanya rekening langit ini selalu menyediakan uang yang cukup saat kita butuh, sejauh kita bisa membedakan mana kebutuhan mana keinginan. Kebutuhan itu jelas, keinginan itu samar. Hebatnya, Yang Maha Kuasa tahu persis kebutuhan kita, dengan takaran yang tepat dan waktu yang pas. Jadi, jangan ngatur Yang Maha Kuasa. Kita hanya perlu memahami dan mengikuti skenarionya.

Baginya skenario rezeki itu harus mengalir, dan kita harus jadi bagian dari alirannya. Posisi kita itu ibarat kabel listrik: mengalirkan energi listrik dari sumbernya ke lampu-lampu supaya menyala. Jadi saat kita punya uang, sejatinya uang itu tak sepenuhnya milik kita. Kita mungkin hanya perantara. Menikmati sedikit, dan selebihnya numpang lewat. Itulah sebabnya, saat kita menaruh uang banyak-banyak di rekening bank milik kita, alirannya akan terhenti. Dan itu melawan skenarioNya. 

Mungkin penjelasan tetangga saya itu sama dengan penerjemahan kata “terima kasih” dari Gus Dur. Saat kita terima uang, maka uang itu perlu kembali kita kasih ke orang lain. Hanya, cara dan tujuan ngasihnya ini yang harus kita paham: apakah jadi kebajikan atau ketidakbaikan. Apakah jadi ladang amal dan memantik berbagi amal lain, atau malah jadi titik awal lahirnya berbagai keburukan.

“Banyak orang banting tulang mencari rezeki, tapi tidak tahu dimana ladangnya. Ladang rezeki itu Yang Maha Pemurah, jalannya adalah cinta kasih, dan kendaraannya adalah jiwa yang pasrah.”

Kata seorang budayawan, “Banyak orang banting tulang mencari rezeki, tapi tidak tahu dimana ladangnya. Ladang rezeki itu Yang Maha Pemurah, jalannya adalah cinta kasih, dan kendaraannya adalah jiwa yang pasrah.” Jadi mari menjemput rezeki. Namun, jika sudah dijemput pun rezeki tak dapat, jangan-jangan kita tak tahu lokasinya, maka minta share loc-lah. Jika sudah share loc pun tempatnya belum ditemukan, jangan-jangan kita tak mampu baca petunjuk arah. Tabik. #catatanHK, ngacapruk shubuh.

 

Tinggalkan komentar